enjoyed my blog

enjoyed my blog

Kamis, 24 November 2011

Sisa Hasil Usaha (SHU)

            Sisa hasil usaha merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun dikurangi dengan biaya, penyusutan, pajak, dan kewajiban pada tahun yang bersangkutan. Sisa hasul usaha akan terlihat pada perhitungan lana rugu yang dihitung pada tutup buku (akhir tahun).
             
Koperasi dikatakan baik atau berkrmbang bukan hanya dilihat  dari jumlah hasil SHU, tetapi juga dilihat dari pelaksaan program kerja yang telah ditentukan pada Rapat Anggota Tahunan. Lebih penting lagi menyangkut pelayanan terhadap anggota. Namun sebagai suatu badan usaha, koperasi juga dituntut untuk dapat mancapai keuntungan.

SHU dapat dialokasikan untuk beberapa bagian, yaitu:
  •  Cadangan (pemupukan modal)
  • Anggota berdasarkan jumlah simpanan
  •  Anggota bedasarkan jasa terhadap koperasi
  • Pengurus
  • Dana-dana lain meliputi, dana pembangunan daerah kerja, dana pendidikan, dana social dan dana karyawan

Perbedaan Koperasi, BUMN, dan BUMS

BIDANG
KOPERASI
BUMN
BUMS
a.       Permodalan




b.      Tujuan Usaha





c.       Hubungan Usaha




d.      Organisasi



e.      Kekuatan Tertinggi
Dari simpanan anggota sifatnya berubah-ubah



Meningkatkan kesejahteraan anggota yang berwatak social yang berysaha untuk meningkatkan SHU dari tahun ke tahun

Senantiasa mengadakan koordinasi kerjasama antara koperasi yang satu dengan yang lainnya

Organisasi yang mempunyai kepentingan yang sama antaara para anggotanya

Rapat anggota
Kekayaan Negara yang dipisahkan, sifatnya tetap


Melayani kepentingan umum dan untuk memperoleh keuntungan


Berusaha mengadakan hubungan usaha, baik dengan koperasi maupun BUMS

Dikelola oleh Negara



Pemerintah
Dari perorangan atau dari para pemegang saham dan penjualan obligasi sifatnya tetap

Umumnya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang berwatak ekonomi (profit motif)

Adakalanya diantara BUMS terjadi persaingan



Anggotanya terbatas, kepada orang-orang yang memiliki modal

Pemegang saham dan atas nama pemilik



sumber : Buku Ekonomi Yudhistira

Koperasi Sekolah

            Sejak tahun 1975 telah dikeluarkan keputusan bersama Mennteri Perdagangan dan Koperasi dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 719/Kpb/XII?79 dan Nomor 282/a/P/1979 tentang pendirian perkoperasian sekolah, universitas dan ;ain-lain lemmbaga pendidikan di lingkungan departemen pendidikan dan kebudayaan. Berdasarkan SK bersama tersebut yang disebut koperasi sekolah atau koperasi siswa adalah koperasi yang anggotanya para siswa/ murid dari suatu sekolah yang berfungsi sebagai wadah untuk mendidik tumbuhnya kesadaran berkoperasi di kalangan mahasiswa.

Ciri-ciri koperasi sekolah :
1.      Koperasi sekolah didirikan dalam rangka kegiatan belajar mengajar para siswa sekolah
2.      Anggotanya adalah siswa/ murid sekolah yang bersangkutan
3.      Berfungsi sebagai laboratorium pengajaran koperasi di sekolah

Tujuan didirikannya koperasi sekolah :

  1. Mendidik, menanamkan, dan memelihara suatu kesadaran hidup bergotong-royong dan setia kawan serta jiwa demokratis antara siswa 
  2.  Memupuk dan mendiring tumbuhnya kesadaran serta semangat berkoperasi dikalangan para siswa
  3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berkoperasi di kalangan anggota yang berguna bagi para siswa unutuk bekal terjun di masyarakat
  4.  Menunjang program pembangunan pemerontah di sector perkoperasian melalui program pendidikan sekolah
5.      Membantu dan melayani pemennuhan kebutuhan ekonomi para siswa melalui pengembangan pembagian kegiatan usaha

Dasar Hkum Pendirian Koperasi Sekolah
Dasar hokum pendirian koperasi sekolah berdasarkan surat keputusan bersama antara Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Transmigrasi dan Koperasi, yang dituangkan dalam Surat Keputusan No.275/KPTS/Mentranskop/72 tanggal 18 Juli 1972. Didalam surat tersebut ditegaskan bahwa koperasi dapat didirikan di sekolah-sekolah baik di sekolah negeri ataupun sekolah swasta atau lembaga pendidikan lainnya. Diikuti dengan terbitnya surat edaran yang dikeluarkan Direktur Jenderal Koperasi tanggal 31 Mei 1974 No. 717/DK/K/VI/1974 yang menurut ketentuan-ketentuan koperasi sekolah, yaitu koperasi sekolah dibentuk oleh anak didik dan untuk anak didik. Anak didik yang dimaksud adalah siswa-siswa, baik seklah dasar, sekolah menengah pertama , dan sekolah menengah atas, maupun kembaga-lembaga pendidikan lainnya, seperti pondok pesantren dan sekolah kejuruan.

Manajemen Koperasi Sekolah
Dalam mengelola koperasi sekolah diperlukan :
1.      Struktur Organisasi Koperasi Sekolah
Koperasi sekolah dikelola oleh pengurus koperasi dan didukung oleh seluruh anggota. Struktur organisasi koperasi sekolah dibagi atas :
a.       Rapat Anggota
Rapat anggota dihadiri oleh seluruh anggota, pengurus, pengawas, penasihat dan pejabat-pejabat koperasi. Rapat anggota dilakukan paling sedikit satu kali dalam satu tahun. Rapat anggota untuk  mengesahkan pertanggungjawaban pengurus diselenggarakan paling lambat 6 bulan setelah tahun buku lampau.
b.      Pengurus Koperasi Sekolah
Pengurus koperasi merupakan suatu alat dalam organisasi koperasi. Pengurus dipilih dari anggota koperasi dalam rapat anggota. Dalam struktur organisasi, pengurus terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua, seorang sekretaris dan wakil sekretaris, seorang bendahara dan wakil bendahara.
c.       Pengawas Koperasi Sekolah
Pengawas koperasi sekolah memiliki tugas melakukan pengawasan dalam pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi dan juga membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. Pengawas berwenang untuk meneliti catatan yang ada di koperasi, dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan

Modal Koperasi Sekolah
Terdiri dari :
  • ·         Simpanan Pokok yaitu simpanan uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota
  • ·         Simpanan Wajib yaitu jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada kopersi dalam waktu tertentu
  • ·         Dana Cadangan yaitu sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang dimmasukkan untuk memupuk modal sendiri
  • ·         Hibah yaitu sejumlah uang yang diperoleh koperasi yang berasal dari pemberian sukarala perorangan, kolektif atau  lemabaga


sumber : buku Ekonomi SMA Kelas XII




    Rabu, 23 November 2011

    Koperasi Karyawan PDAM "Tirta Sanita" Kota Bogor

    Sejarah Singkat
    Koperasi Karyawan PDAM Kota Bogor didirikan pada tanggal 19 Mei 1984 yang sebelumnya merupakan wadah kesejahteraan karyawan dengan nama IKK (Ikatan Kesejahteraan Karyawan) PDAM Kota Bogor. IKK merupakan cikal bakal dari berdirinya Koperasi.

    Pada tanggal 02 Januari 1985 Koperasi Karyawan PDAM Tirta Sanita secara resmi telah terdaftar pada Kantor Departemen Koperasi Wilayah Jawa Barat dengan Nomor Badan Hukum : 8066/BH/KWK/10/22 tanggal 02 Januari 1985, berkedudukan di Jalan Siliwangi no. 121 Bogor, jumlah anggota saat itu sebanyak 221 orang.

    Perubahan Anggaran Dasar yang pertama dengan Badan Hukum Nomor : 8066A/BH/KWK/10/22 tanggal 31 Mei 1990. Dan selanjutnya perubahan Anggaran Dasar kedua dibuat pada tanggal 01 November 1996 dengan Badan Hukum No : 8066/BH/PAD/Kwk.10/XI/1996. Koperasi Tirta Sanita telah terdaftar sebagai anggota PKPN yang merupakan wadah koperasi-koperasi di Kota Bogor pada tanggal 05 Januari 1989 dengan Surat Keputusan Pengurus Nomor : 156/I-B/PKPNB/IV/84.

    Pada kelangsungan usahanya Kopkar Tirta Sanita mengalami peningkatan dan perkembangan pada Unit-unit usahanya dari tahun ke tahun.





    Visi - Misi
    • Mewujudkan tercapainya kesejahteraan anggota dengan cara membangun potensi/kemampuan ekonomi anggota.
    • Memberikan kontribusi bagi peningkaan sosial ekonomi anggota koperasi dan perekonomian masyarakat.
    • Sebagai mitra PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dalam rangka memberikan kepuasan pelayanan air minum kepada masyarakat kota Bogor.
    • Memebrikan pelayanan yang prima sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan anggota maupun masyarakat.
    • Memenuhi dan mengembangkan permintaan pasar melalui kegiatan bisnisnya.
    • Meningkatkan sumber daya manusia koperasi.
    • Menjadi soko guru perekonomian nasional.

    Pengurus

    1. Yenny Febrianty, SH. Mhum  -  Manajer
    2. Dolly Trisandi, SE  - Ka. Pembukuan dan Perpajakan.
    3. Rahmat Sudrajat, SE  -  Ka. Sumber Daya Manusia (SDM)
    4. Dian Retno W, SE  -  Ka. Simpan Pinjam
    5. Bonny Aria Gautama  -  Ka. Adminstrasi & Umum
    6. Eko Suprianto  -  Ka. Perdagangan Umum
    7. Marsodik -  Ka. Instalatur
    8. Dani Rusondi -  Ka. Cleaning Service & Taman
    9. S.S Hadi  -  Ka. Satpam
    10. Herry Mufti Purnama  -  Kaur. Pengadaan & Jasa Lainnya - Perdagum
    11. Endin Saepudin  -  Kaur. Toko - Perdagum
    12. Jenal Abidin  -  Koord. Gudang - Administrasi & Umum

    sumber : http://tirtasanita.blogspot.com/

    BUKOPIN (Bank Umum Koperasi Indonesia)


    Sekilas Bank Bukopin

    Bank Bukopin yang sejak berdirinya tanggal 10 Juli 1970 menfokuskan diri pada segmen UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah), saat ini telah tumbuh dan berkembang menjadi bank yang masuk ke kelompok bank menengah di Indonesia dari sisi aset. Seiring dengan terbukanya kesempatan dan peningkatan kemampuan melayani kebutuhan masyarakat yang lebih luas, Bank Bukopin telah mengembangkan usahanya ke segmen komersial dan konsumer.

    Ketiga segmen ini merupakan pilar bisnis Bank Bukopin, dengan pelayanan secara konvensional maupun syariah, yang didukung oleh sistem pengelolaan dana yang optimal, kehandalan teknologi informasi, kompetensi sumber daya manusia dan praktek tata kelola perusahaan yang baik. Landasan ini memungkinkan Bank Bukopin melangkah maju dan menempatkannya sebagai suatu bank yang kredibel. Operasional Bank Bukopin kini didukung oleh lebih dari 280 kantor yang tersebar di 22 provinsi di seluruh Indonesia yang terhubung secara real time on-line. Bank Bukopin juga telah membangun jaringan micro-banking yang diberi nama “Swamitra”, yang kini berjumlah 543 outlet, sebagai wujud program kemitraan dengan koperasi dan lembaga keuangan mikro.

    Dengan struktur permodalan yang semakin kokoh sebagai hasil pelaksanaan Initial Public Offering (IPO) pada bulan Juli 2006, Bank Bukopin terus mengembangkan program operasionalnya dengan menerapkan skala prioritas sesuai strategi jangka pendek yang telah disusun dengan matang. Penerapan strategi tersebut ditujukan untuk menjamin dipenuhinya layanan perbankan yang komprehensif kepada nasabah melalui jaringan yang terhubung secara nasional maupun internasional, produk yang beragam serta mutu pelayanan dengan standar yang tinggi.

    Keseluruhan kegiatan dan program yang dilaksanakan pada akhirnya berujung pada sasaran terciptanya citra Bank Bukopin sebagai lembaga perbankan yang terpercaya dengan struktur keuangan yang kokoh, sehat dan efisien. Keberhasilan membangun kepercayaan tersebut akan mampu membuat Bank Bukopin tetap tumbuh memberi hasil terbaik secara berkelanjutan.

    sumber : http://www.bukopin.co.id

    Sistem Tanggung Renteng Ciri Setia Bhakti Wanita


    Berawal dari kebutuhan uang yang relatif besar dari beberapa anggota untuk perkumpulan ibu-ibu, kemudian muncul gagasan untuk mendirikan koperasi. Karena itu pada tanggal 18 Januari 1978 berdirilah Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita yang dipelopori oleh Hj Yoos Aisyah Luthfi.

    Kemudian atas bantuan pemikiran dan dukungan moral dari Ny Zaafrill Iiyas, seorang tokoh koperasi dari Kota Malang, dibuat kesepakatan bahwa untuk pengaman modal koperasi adalah system tanggung renteng. Artinya, pemerataan tanggung jawab bagi seluruh anggota kelompok atas lalainya kewajiban seseorang atau beberapa orang anggota pada koperasinya.

    Sistem Tanggung Renteng adalah system pemerataan tanggung jawab bagi seluruh kelompok atau sabagian anggota koperasi atas kewajiban seorang anggota kepada Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita. Pengertian yang terkandung dalam system tanggung renteng meliputi tanggung jawab bersama atas resiko utang (kewajiban) yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang anggota koperasi.

    Pengertian yang terkandung dalam sistem ini juga mencakup kesempatan untuk memperoleh keanggotaan secara selektif dan mendidik (sistem tanggung renteng dapat menciptakan mekanisme seleksi bagi calon anggota kelompok.koperasi secara otomatis dan efektif). Selain itu, dapat menciptakan mekanisme kontrol yang berjalan secara otomatis. Juga bias memperkecil resiko piutang koperasi.

    (sumber : www.kompas.com)


     

    Jumat, 18 November 2011

    Sejarah Koperasi Ranu Triya

    PENDAHULUAN

    Koperasi Ranu Triya adalah koperasi yang didirikan di lingkungan Perusahaan CV. RAnu Triya yang anggota-anggotanya terdiri atas Staf dan Karyawan.

    Tujuan Koperasi Ranu Triya
    Tujuan koperasi  Ranu Triya adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tata perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Sedangkan pembentukan koperasi Ranu Triya di kalangan staf dan karyawan dilaksanakan dalam rangka menunjang kesejahteraan taraf hidup.

    Dasar-Dasar Pertimbangan Pendirian Koperasi Ranu Triya
    1. Menunjang program pembangunan pemerintah di sektor perkoperasian
    2. Menumbuhkan kesadaran berkoperasi di kalangan staf dan karyawan
    3. Membina rasa tanggung jawab, disiplin, setia kawan, dan jiwa koperasi.
    4. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berkoperasi, agar kelak berguna di masyarakat.
    5. Membantu kebutuhan staf dan karyawan serta mengembangkan kesejahteraan staf dan karyawan di dalam dan luar perusahaan.

     ISI

    SEJARAH BERDIRINYA KOPERASI

    • Koperasi ini berdiri pada tanggal 22 April 2011
    • Diresmikan oleh Ibu Fitria Aslama (sebagai Penanggung jawab)
    VISI & MISI
    • Memajukan kesejahteraan anggota
    • Melatih staf dan karyawan terampil berwiraswasta dengan koperasi Ranu Triya

    Perangkat Organisasi Koperasi Ranu Triya
    • Rapat anggota koperasi Ranu Triya
    • Pengurus koperasi Ranu Triya
    • Pengawas koperasi Ranu Triya

    PENUTUP

    Demikian hasil survey kelompok kami mohon maaf apabila ada kekurangan informasi karena keterbatasan waktu dan informasi.

    Kamis, 10 November 2011

    Koperasi Simpan Pinjam

    KOPERASI SIMPAN PINJAM


    Koperasi sebagai wadah pemberdaya ekonomi rakyat, diakui atau tidak sudah semakin redup dan cenderung akan sirna. Padahal para pendiri Republik ini telah memeteraikan koperasi dalam UUD 1945 sebagai bangun usaha yang paling tepat untuk menyelenggarakan perekonomian negara. Orde reformasi telah melepaskan meterai koperasi tersebut dari UUD 1945 melalui TAP MPR RI.
    Bila dituntut dari perspektif sejarah koperasi Indonesia, maka dapat ditarik suatu benang merah bahwa koperasi Indonesia lahir dan bertumbuh dari "proses simpan pinjam". Artinya, koperasi yang ada saat ini diawali dari adanya kegiatan simpan pinjam yang kemudian berkembang dengan memiliki berbagai unit bisnis lain. Dalam perkembangannya, koperasi tanpa ada unit simpan pinjamnya akan terasa hambar. Ini menandakan sudah terbentuk suatu budaya dalam koperasi bahwa unit bisnis simpan pinjam harus tetap melekat pada diri setiap koperasi.
    Dari catatan sejarah tersebut dapat diambil hipotesis bahwa Koperasi Simpan Pinjam ataupun Unit Simpan Pinjam adalah merupakan embryo berkembang-mekarnya suatu koperasi. Koperasi jika kualitas embryonya sangat rendah, maka pertumbuhan berikutnyapun jangankan sebagai tulang punggung atau soko guru perekonomian nasional, mengurus dirinyapun dia sudah tidak mampu. Oleh sebab itu, bisnis simpan pinjam yang menjadi embryo untuk berkembang tidaknya suatu koperasi, seyogyanyalah jangan sampai salah urus selama tahap perkembangannya.

    Paradigma Koperasi Simpan Pinjam 
    Koperasi  harus ikut berubah bilamana ingin maju dan berkembang. Sejarah koperasi Indonesia sudah mencatat bahwa maju berkembangnya koperasi diawali dengan berkualitas tidaknya proses simpan-pinjam di koperasi tersebut. Ingat bukan "pinjam -simpan". Bertitik tolak dari pandangan (point of view) yang demikian, maka sangat wajar harus didukung penuh kebijakan Menteri Koperasi dan UKM Alimarwan Hanan yang saat ini sedang bergelut dan berupaya untuk merevitalisasi Koperasi Simpan Pinjam ataupun Unit Simpan Pinjam. Adanya rencana kebijakan merevitalisasi 150 KSP dengan suntikan modal sebesar Rp. 1 milyard per KSP pada program tahun 2004 harus dioptimalkan, sehingga sejak dini perlu dicermati secara hati-hati. Peristiwa dilahirkannya koperasi-koperasi demi "suksesnya" penyaluran KUT kiranya dapat dijadikan suatu kontemplasi yang hasil akhirnya ternyata kurang menggembirakan bagi pertumbuhan koperasi itu sendiri.
    Oleh sebab itu, paradigma revitalisasi KSP dan atau USP harus dipandang dalam rangka menggerakkan ekonomi nasional secara bersama. Disini peran KSP/USP sangat strategis terutama untuk melayani permodalan ataupun menampung simpanan/deposito para Usaha Kecil  Konsequensinya, apa yang dikatakan oleh Prof.Dr.Jochen Ropke, dalam bukunya "The Economic Theory of Cooperatives" dari Philipps University Marburg Germany, menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut di atas. Dikatakan, dalam menggunakan definisi koperasi harus hati-hati dan jangan terlalu banyak mengambil pengertian dari definisi koperasi yang berdasarkan pada kriteria identitas ( owners = customers = users). 
    Jadi paradigma pemberdayaan KSP/USP kedepan harus menetapkan segmen pelayanannya. Dengan mengutip data BPS Kementerian Koperasi & UKM (2002), jumlah Unit Kerja ada sebanyak 40.137.773 unit. Ini berarti jumlah UK yang menjadi segmen pelayanan KSP/USP dapat diproyeksikan kurang lebih 54% atau sebanyak 22.000.000 Unit. Sedangkan UM yang dilayani diproyeksikan 5% atau sekitar 2.800 unit. Ada 3 dasar utama bagi KSP/USP mengapa Usaha Kecil saja yang menjadi domain pelayanan KSP/USP.
    1.     Usaha Kecil tidak begitu membutuhkan modal kerja maupun investasi yang cukup besar.
    2.     Usaha Kecil lebih dominan menggunakan sumber daya lokal sehingga tidak begitu berpengaruh terhadap fluktuasi valuta asing. Faktor ini mengakibatkan usaha kecil lebih stabil, sehingga pembayaran cicilan pinjaman pun relatif akan lebih pasti.
    3.     Usaha Kecil masih memiliki budaya malu bila mereka tidak membayar utangnya.

    Sekali lagi, memang diakui bahwa paradigma yang ditawarkan tersebut di atas akan mengalami benturan dengan definisi KSP/USP yang telah terkristalisasi dalam benak masyarakat kita termasuk para pembinanya. Secara sederhana, koperasi yang menerima simpanan-simpanan dan deposito dari para anggotanya serta memberikan pinjaman bagi anggota yang sarna hanya itulah yang disebut KSP.  


    Konflik Kepentingan 
    Asumsikan bahwa kendala legalisasi tidak ada masalah bila KSP/USP diperbolehkan menghimpun dana dari masyarakat luas koperasi (tidak hanya terpaku lagi dari anggota), maka dapat diproyeksikan akan terjadi konflik kepentingan antara anggota dengan non anggota . Sebagai anggota KSP/USP ada 3 peran yang dimilikinya yaitu
    1) sebagai pemilik (owner), maka dia berkewajiban, menjaga kelangsungan hidup koperasinya. Untuk itu anggota harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan KSP/USPnya,
    2) sebagai pelanggan (customers) maka dia berhak mendapatkan pelayanan prima dari koperasinya. Dari sisi ini, tuntutan agar KSP/USPnya memprioritaskan pelayanan kepada mereka adalah wajar.
    3) sebagai pengguna (user) maka dia berhak untuk   menentukan arah program KSP/USPnya.
    Disisi lain, non anggota sebagai investor di KSP juga berhak mendapatkan pelayanan yang maksimal atau memperoleh manfaat yang tinggi dari koperasi. Bila tidak demikian mereka (non anggota) tidak akan mau berpartisipasi di KSP/USP. Mereka akan memilih bank sebagai tempat menyimpan uangnya ataupun berinvestasi dengan badan usaha non Koperasi/KSP/USP.
    Belum lagi dikaitkan dengan misi pemerintah dimana KSP/USP diharapkan sebagai lembaga non bank ataupun lembaga keuangan mikro (LKM) yang mampu menghimpun dan menyalurkan dananya ke UKM-UKM. Semua kepentingan tersebut akan mengalami benturan di lapangan manakala kebutuhan salah satu unsur tidak terpenuhi.
    Ketiga kepentingan tersebut dapat saja bersamaan atau bersinggungan satu sama lain, walaupun mungkin juga terjadi tumpang tindih pada tingkat tertentu. Barangkali ini yang disebut "pura-pura harmonis", dimana sebenarnya secara hakiki terjadi konflik kepentingan yang sama.
    Perlu disadari bahwa koperasi adalah merupakan struktur kompleks yang terdiri dari sejumlah individu atau kelompok yang berbeda, yang memiliki kepentingan yang tidak selamanya harmonis. Kepentingan individu dan kemampuan personal untuk memanfaatkan fasilitas koperasi juga berlainan. Ditinjau dari sudut ini, maka koperasi yang keanggotaannya atau kelompok partisipantnya lebih heterogen, akan memiliki potensi lebih tinggi terjadinya konflik.
    Perspektif KSP/USP yang berorientasi tidak lagi hanya kepada anggota tetapi juga non anggota akan menambah tingkat keheterogenan di koperasi. Konsequensinya, situasi demikian akan meningkatkan koflik. Sumberdaya organisasi untuk mengatasi masalah itupun akan lebih banyak digunakan. Secara tidak langsung akan menciptakan de-efisiensi di KSP/USP. Oleh sebab itu, untuk meminimalkan biaya konflik -mau tidak mau -membutuhkan pengawasan yang ketat dan transparant dari pemerintah. Karena dengan demikianlah akan terbangun kepercayaan stakeholders khususnya yang non anggota mau menginvestasikan modalnya ke KSP/USP dan terpeliharanya harmonisasi kepentingan di KSP/USP. 

    Insentif Anggota 
    Potret kinerja struktur permodalan koperasi yang telah dipaparkan di atas tentu tidak jauh perbedaannya dengan gambaran KSP/USP di lapangan. Amatan penulis menyimpulkan bahwa secara umum KSP/USP juga mengalami kesulitan dalam menghimpun dana dari anggotanya. Apalagi dari non anggota? Salah satu faktor penyebabnya adalah bahwa pelayanan KSP/USP kepada anggota dan non anggota tidak begitu dibedakan. Kalaupun ada insentif kepada anggota relatif sama dengan yang diterima non anggota. Padahal biaya pengorbanan anggota dalam bentuk tuntutan partisipasi sebagai pemilik jelas lebih tinggi daripada non anggota. Situasi yang demikian kurang memotivasi anggota untuk aktif berpartisipasi menabung atau mendepositiokan uangnya di Koperasi/KSP/USP.

    Perlu direnung ulang bahwa seseorang mau berpartisipasi di koperasi bila dia akan memperoleh nilai manfaat lebih besar dari pada nilai pengorbanannya (Iihat Kurva Nilai Manfaat dan Partisipasi).
    Nilai manfaat dapat diukur dari berbagai variable seperti berupa insentif, SHU yang dibagi, bunga simpanan yang lebih tinggi, pelayanan yang lebih cepat, jaminan simpanan yang pasti, dan atau hak-hak lain.
    Perlu dipahami bahwa partisipasi adalah merupakan alat untuk memuaskan kebutuhan para stakeholders (anggota, non anggota/ deposant, dan pemerintah). Memang masih perlu dikaji ulang, apakah berkorelasi positif hubungan partisipasi dengan nilai manfaat yang diperoleh oleh anggota dan non anggota ? Secara teoritis, jawabannya ya. Misalkan anggota baik sebagai pemilik maupun pengguna merasa terpuaskan oleh pelayanan KSP/USP berupa nilai manfaat yang diperoleh, maka anggota tersebut akan terus memberikan partrisipasinya berupa modal dan non modal di KSP/USP. Seiring dengan hal itu, pemerintah atau non anggotapun demikian halnya. Pemerintahpun akan terus meningkatkan modal penyertaannya di KSP/USP sepanjang KSP/USP mampu memobilisasi ekonomi rakyatmelalui UK-UK yang ada sehingga rakyat semakin sejahtera.
     Dari perspektif teori berpartis insentif, siklus simpan dulu baru pinjam akan terus mengalir selama proses insentif ini mampu memuaskan anggota maupun non anggota besar . Jika menganut strategi menghimpun modal dari anggota, maka insentif keanggotaan harus lebih signifikan daripada yang non anggota. Dan menurut penulis, untuk daerah pedesaan (rural) strategi ini masih yang terbaik dioptimalkan oleh KSP/USP. Sedangkan untuk daerah perkotaan (urban) KSP/USP sudah harus melakukan ekstensifikasi pelayanan kepada non anggota.

    Kesimpulan
    Dapat disimpulkan bahwa selama KSP/USP dapat memuaskan kebutuhan anggota maupun non anggota kepentingan umum maka tingkat partisipasi mereka akan tetap tinggi. Untuk menjaga partisipasi yang tinggi ini, maka keunggulan kompetitif KSP/USP menjadi masalah sentral yang penting. Setidaknya, manfaat keunggulan KSP/USP minimal sama dengan yang diberikan pesaing ~non koperasi. Untuk itu, teori "harmonisasi" yaitu menseimbangkan kepentingan para stakeholders dan teori "konflik" yaitu mengoptimalkan sumberdaya internal dan ekternal demi kepentingan KSP/USP perlu diterapkan di KSP/USP.
    .



    Sumber : http://smecda.com